Rabu, 29 Mei 2013

Etika Profesi

ETIKA PROFESI

Setiap ilmu selalu diawali dengan filsafat. Filsafat itu terdiri atas dua kata phyllein yang berarti cinta, dan sophien yang berarti kebenaran. Jadi filsafat bisa diartikan sebagai bagaimana kita berilmu untuk menemukan kebenaran. Juga memiliki keterkaitan dengan bagaimana kita bersikap kritis.

Di dalam filsafat, terdapat etika. Di mana etika ini selalu berkaitan dengan moral dan akhlak. Selalu membahas tentang norma/adat. Dan moral ini sendiri selalu dihubungkan dengan yang baik dan buruk, terkait dengan aturan-aturan agama.
Ada beberapa akhlak yang harus dimiliki seorang dokter, yakni:
·      Iman, takwa, amanat dan akhlak
·      Niat yang baik
·      Menghindari hal-hal yang meragukan
·      Tidak mencampuri hal-hal yang bukan urusannya
·      Senang membantu orang lain
·      Tidak membuat kerusakan
·      Memberi nasehat yang menyejukkan
·      Menghindari hal yang dilarang
·      Konsisten dalam melakukan sesuatu
·      Tidak rakus
·      Menghindari argumen yang tidak berguna
·      Menghormati kehidupan
·      Mendasari tindakan dan keputusan atas dasar/bukti yang kuat
·      Mengikuti setiap keputusan secara sadar
·      Berbuat yang benar
·      Bekerja yang baik (berkualitas)



Etika berasal dari bahasa Inggris ethics yang berarti budi pekerti, adat.
Filsafat itu sendiri diartikan sebagai telaah dan penilaian kelakuan manusia ditinjau dari kesusilaannya. Kesusilaannya yang baik merupakan ukuran kesusilaan yang disusun bagi diri seseorang atau merupakan kumpulan keharusan, kumpulan kewajiban yang dibutuhkan oleh masyarakat (Gunawan, 1992).
Etika menurut Socrates merupakan asas dan prinsip yang sifatnya universal. Etika sifatnya universal atau menyeluruh. Nilai itu abstrak (tidak kelihatan) dan nilai-nilai itu harus berlaku.
Etika sebagai ilmu meliputi asas dan prinsip yang mengandung validitas yang sifatnya universal (Socrates). Dengan demikian, persoalan dalam etika muncul karena adanya pertentangan nilai dalam diri, antardiri, maupun antarkelompok dalam masyarakat.
Nilai merupakan gambaran abstrak dalam pemikiran yang menjadi acuan perilaku yang baik. Karena itu, sesuatu dalam implementasinya melalui tindakan mesti mendapat dukungan dari masyarakat di mana nilai itu berlaku.

Etika secara umum dibagi menjadi 2 (deskriptif dan normatif):
1.    Etika Deskriptif
Membahas mengenai fakta apa adanya mengenai nilai dan pola perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas konkrit yang membudaya.
Berbicara tentang sikap orang dalam menghadapi hidup ini, dan tentang kondisi yang memungkinkan bertindak secara etis.
2.    Etika Normatif
Berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku yang seharusnya dimiliki oleh manusia, atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia, dan tindakan apa yang diambil untuk mencapai apa yang bernilai dalam hidup ini.
Berbicara mengenai norma-norma yang menuntun tingkah laku manusia, serta memberi penilaian dan himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya berdasarkan norma-norma. Menghimbau manusia untuk bertindak yang baik dan menghindari yang jelek.
Etika normatif terbagi:
1.    Etika Umum
·      Berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis.
·      Teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar menjadi pegangan, bagi manusia dalam bertindak.
·      Baik atau buruk tindakan tercermin kebebasan dan tanggung jawab, hati nurani, hak kewajiban, serta beberapa keutamaan seperti kejujuran, berbuat baik, keadilan, dan hormat pada diri sendiri.
·      Dianalogikan dengan ilmu pengetahuan yang membahas pengertian umum dan teori-teori.
·      Biasa disebut etika teoritis.
2.    Etika Khusus
o  Penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus.
o  Pengambilan keputusan dan tindakan, didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar.
o  Bagaimana menilai pribadinya sendiri dan orang lain.
o  Disebut juga etika terapan.

Etika khusus dibagi dua:
a.    Etika individual
Menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri. Berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota masyarakat .
b.    Etika sosial
Menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara perseorangan dan langsung maupun secara bersama-sama dan dalam bentuk kelembagaan (keluarga, masyarakat, dan negara). Sikap kritis terhadap pandangan dunia dan ideology. Sikap dan perilaku dalam bidang kegiatan masing-masing. Meliputi etika keluarga, etika gender, etika profesi, etika politik, etika lingkungan, dll.

Secara garis besar, sistematika etika dapat dijabarkan sebagai berikut:

Beberapa tokoh juga mengeluarkan pendapat mengenai etika, yaitu:
a Banning berpendapat bahwa etika terbagi menjadi etika individual dan etika sosial.
a Langeveld berpendapat bahwa etika terbagi menjadi etika deskriptif dan etika normatif.
a De Graaf (1972) memiliki pandangan tentang etika sebagai kesadaran yang sistematis terhadap perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam sumpah Hipocrates, terdapat beberapa prinsip-prinsip etika, yaitu:
a.    Tidak merugikan (Non-Maleficence)
Ditujukan kepada kerugian fisik maupun kepentingan lain. Apabila tidak bisa berbuat baik maka jangan berbuat yang merugikan.
b.    Membawa kebaikan (Beneficence)
Berbuat baik (doing good) dan prinsip bertujuan untuk tidak mencederai pasien (primun non nocere atau do no ham)
c.    Menjaga kerahasiaan (Confidentiality)
Penyampaian informasi dalam pelayanan kesehatan, mau menyimpan rahasia pasien yang berkaitan dengan sakit dan penyakitnya.
d.   Otonomi pasien (Autonomy of Patient)
Setiap pribadi manusia mempunyai “otonomi moral”. Otonomi artinya mempunyai hak  dan kewajiban untuk menentukan diri sendiri tindakan-tindakannya dan mempertanggungjawabkannya.
e.    Berkata benar (Truth Telling)
Tenaga kesehatan maupun pasien harus menyampaikan informasi yang benar.
f.     Berlaku adil (Justice)
Tidak didasarkan pada pertibangan suku, agama, ras dan antargolongan.
g.    Menghormati privasi (Privacy)
Tidak menyinggung masalah pribadi pasien, begitupun sebaliknya.

PROFESI
Hakekat profesi dalam arti ini adalah panggilan hidup untuk mengabdikan diri pada kemanusiaan. Setiap panggilan hidup adalah mulia jika diwujudkan dengan bermanfaat, yakni dengan penuh kesungguhan, seksama dan tanggung jawab. Berdasarkan pandangan ini dapat dikatakan bahwa:
Profesi adalah pekerjaan tetap dalam semangat pengabdian terhadap kepentingan umum (sesama manusia) yang dihayati sebagai suatu panggilan hidup dengan menerapkan keahlian yang diperoleh dengan jalan pendidikan dan latihan sistematis”
Ciri-ciri profesi secara umum:
1.    Pelayanan (service) pada orang secara langsung (yang umumnya bersifat konfidental).
2.    Pendidikan tertentu melalui ujian tertentu sebelum melakukan pelayanan.
3.    Anggota yang relatif homogen.
4.    Standar pelayanan tertentu.
5.    Etika profesi ditegakkan oleh suatu organisasi profesi.

Etika profesi merupakan sekelompok prinsip etika yang sebagai pedoman dalam berperilaku. Dengan demikian, sebagai suatu profesi maka adanya etika profesi mutlak dipersyaratkan.
Menurut Talcott Persons (1990), pengertian profesi: Batas lingkup profesi sebagai intuisi sosial tidaklah jelas dan tidak selalu tegar. Sehingga Talcott Persons merumuskan ciri-ciri khusus profesi ialah:
1.    Disinterestedness, atau tidak mengacu pada pamrih.
2.    Rasionalitas, karena profesi merupakan suatu sistem ekupasi yang perwujudannya dilakukan dengan menerapkan ilmu tertentu.
3.    Spesifitas fungsional.
4.    Universalisme dalam pengertian objektifitas sebagai lawan dari subjektifitas, maksudnya bahwa landasan pertimbangan professional dalam pengambilan keputusan didasarkan pada “apa yang menjadi masalahnya” dan tidak pada “siapanya” atau “keuntungan pribadi apa yang diperolehnya”.
Berdasarkan Kieser dalam “ETIKA PROFESI” (Sidharta, 1990) mengatakan bahwa etika profesi sebagai sikap hidup atau kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan pelayann professional dari pasien atau klien dengan keterlibatan dan keahliannya sebagai pelayanan dalam rangka kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para anggota masyarakat yang membutuhkan dengan disertai dengan refleksi yang seksama.
Kaidah-kaidah pokok etika profesi:
1.    Profesi harus dipandang dan dihayati sebagai suatu pelayanan, maka sifat tanpa pamrih menjadi ciri khas dalam mengembangkan profesi.
2.    Pelayanan profesional dalam mendahulukan kepentingan pasien atau klien mengacu pada kepentingan atau nilai-nilai sebagai norma kritik yang memotivasi sikap dan tindakan.
3.    Pengembangan profesi harus selalu mengacu pada masyarakat sebagai keseluruhan.
4.    Agar persaingan dalam pelayanan berlangsung secara sehat sehingga dapat menjamin mutu dan peningkatan mutu pengembangan profesi harus bersemangat solidaritas antara sesama rekan profesi.

Kode etik berarti himpunan nrma yang disepakati dan ditetapkan oleh dan untuk pengembangan profesi. Kode etik adalah kumpulan asas dan nilai yang berkenaan dengan moral sehingga ia bersifat normatif tidak empiris seperti halnya pada “behavioral scence” penilaian sesuatu dari segi etika selalu membutuhkan norma dan nilai tentang apa yang dianggap.
Kode etik mengandung 3 nilai, yaitu:
1.    Suatu kode etik profesi memudahkan dalam pengambilan keputusan secara efisien.
2.    Secara individual, pada pengambangan profesi itu seringkali membutuhkan arahan menjalankan tugas profesionalnya.
3.    Kode etik profesi meniupkan suatu pola perilaku yang diharapkan oleh klien/pasiennya secara profesional.
Tujuan kode etik:
1.    Untuk menjunjung tinggi martbat dan citra profesi.
2.    Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3.    Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4.    Untuk meningkatkan mutu profesi.
Ciri-ciri keputusan etik yang membedakan dengan keputusan non-etik:
1.    Semua pertimbangan etik menyangkut pertimbangan tentang apa yang benar dan apa yang salah.
2.    Pengambilan keputusan etik seing berkaitan dengan pilihan yang sukar.
3.    Keputusan etis tidak mungkin dielakkan.
4.    Keputusan etis tidak hanya dipengaruhi oleh berbagai norma yang dipertimbangkan dan pemahaman akan situasi, tetapi juga oleh keyakinan, kepribadian, dan lingkungan sosial.

Dalam falsafah etika, nilai-nilai moral terdapat 2 aliran utama:
·      Aliran deontologis (non-Consequentialist)
·      Aliran teologis (Consequentialist)
Aliran deontologis, tidak melihat pada hasil akhirnya, yang dinilai adalah perbuatan itu sendiri, dan bukan tujuan atau hasilnya. Tindakannya didasarkan pada kewajiban berdasrakan moral.
Aliran deontologis tidak harus selalu bersandar kepada perintah yang dogmatis, tapi ada juga alas an rasional yang dapat menjelaskan mengapa seseorang wajib berbuat baik.
Kant (1734-1804) berpendapat bahwa suatu tindakan bermoral hanya dilakukan atas dasar keinginan baik. Seseorang mempunyai keinginan baik jika didasarkan pada nilai universal sebagai motif tindakan.
Secara teoritis, aliran deontologis akan mencari baik buruknya suatu perbuatan pada perbuatan itu sendiri.
Aliran telelogis berula dari UK yang oleh Jeremi Bentham (1748-1832) dimaksudkan sebagai dasar etis pembaharuan hukum Inggris, terutama hukum pidana. Aliran teologis/konsekuensialis, baik-buruknya seseorang atau benar-salahnya suatu perbuatan, dinilai dari tujuan yang hendak dicapai.
Motif suatu perbuatan tidak penting, tetapi hasil peruatan yang perlu diperhitungkan. Motif manusia tidak bisa dilihat atau diukur, akan tetapi konsekuensi tindakan bisa diperhitungkan (Wiradharma,1999).
Setiap manusia wajib berbuat sesuatu untuk tujuan yang baik. Dari aspek ini euthanasia dapat dibenarkan oleh aliran telelogis, sedang bagi aliran deontologis apapun alasannya euthanasia dapat dikategorikan pembunuhan.
John Stuart Mill dalam bukunya Utilitarianism, mengatakan bahwa suatu tindakan tersebut cenderung untuk kepentingan orang banyak, salah jika cenderung tidak menghasilkan kebaikan untuk orang banyak.
Ada 4 prinsip utama aliran utilitarian:
a.    Memaksimalkan kebaikan yaitu selalu tindakannya bermanfaat untuk orang banyak.
b.    Ukuran kebaikan yaitu konsekuensi kebaikan atau keburukan adalah diutamakan pada pengutamaan kepentingan orang banyak atau kemanfaatan.
c.    Konsekuensi semua tindakan didasarkan pada konsekuensi kebaikan atau kemanfaatan.
d.   Universalitas semua tindakan didasarkan pada pertimbangan semua pihak menerima persamaan dan universal.
Aliran konsekuensialis terbagi dua, yakni:
a.    Egoisme
b.    Utilitarianisme.
Egoisme etis menekankan bahwa setiap tindakan yang mengenakkan dan mendatangkan kebahagiaan bagi diri sendiri selalu dinilai sebagai tindakan yang baik dan pantas dilakukan. Sebaliknya tindakan yang tidak mengenakkan dan tidak mendatangkan kebahagiaan bagi diri pribadi harus dihindari.
Utilitarianisme menilai baik atau tidaknya, susila atau tidak susilanya sesuatu, ditinjau dari segi kegunaan atau faedah yang ditimbulkannya. Utilitarianisme ini terbagi dua, yaitu
a.    Utilisme Individual
b.    Utilisme Sosial.
Utilisme individual menganggap bahwa seseorang itu boleh bersikap sesuai dengan situasi yang menguntungkan dirinya. Jika menguntungkan dirinya, maka mungkin seseorang pura-pura berlaku hormat bahkan kalau perlu dengan sanjungan dan pujian yang berlebihan asal membawa keuntungan bagi dirinya.
Utilisme sosial pada prinsipnya tidak berbeda dengan utilisme individual, hanya saja utilisme sosial lebih menekankan pada aspek kepentingan umum.
Ada beberapa aliran lain, yaitu:
·      Universalisme: suatu ajaran etika menyatakan bahwa sesuatu itu dapat dinilai baik jika dapat mendatangkan kebaikan pada orang banyak.
·      Altruisme: utilisme sosial dan universalisme mirip dengan prinsip altruisme yang mengutamakan kepentingan orang lain sebagai lawan dari kepentingan diri sendiri.
·      Intuisionisme: berpandangan bahwa penilaian atas baik buruk, susila dan tidak susila itu dapat bersumber dari bisikan kalbu.

PENGENALAN ETIKA UMUM
Hati Nurani
Hati nurani akan memberikan penghayatan tentang baik atau buruk berhubungan dengan tingkah laku nyata kita. Hati nurani memerintahkan atau melarang kita untuk melakukan sesuatu sekarang dan di sini. Ketika kita tidak mengikuti hati nurani, berarti kita menghancurkan integritas kepribadian kita dan mengkhianati martabat terdalam kita. Hati nurani berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai kesadaran (Wahyuningsih, Hal.5).
Ketika kita tidak mengikuti hati nurani, akan menghancurkan integritas kepribadian pikiran kita.

Etiket
Etiket berasal dari bahasa Inggris, etiquette. Etika berarti moral, sedangkan etiket berarti sopan santun. Persamaan etika dan etiket adalah:
1.    Sama-sama menyangkut perilaku manusia.
2.    Memberi norma bagi perilaku manusia, yaitu menyatakan tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
Untuk meningkatkan pemahaman kita tentang etika dan etiket, maka berikut ini digambarkan mengenai perbedaan antara etiket dengan etika (Asmar Yetti Zein, Hal.3).
Etiket
Etika
1.    Menyangkut cara suatu perbuatan yang harus dilakukan.

2.    Hanya berlaku dalam pergaulan, bila tidak ada orang lain, tidak berlaku.
3.    Bersifat relatif, tidak sopan dalam satu kebudayaan, sopan dalam kebudayaan lain.
4.    Memandang manusia dari segi lahiriah
1.    Tidak terbatas pada cara dilakukan suatu perbuatan, memberi nilai tentang perbuatan itu sendiri.
2.    Selalu berlaku, tidak tergantung hadir atau tidaknya seseorang.
3.    Bersifat absolut, contoh “Jangan mencuri!”, “Jangan berbohong!”

4.    Memandang manusia dari segi bathiniah.

Kode etik merupakan norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan di dalam hidupnya di masyarakat.
Kode etik juga diartikan sebagai suatu ciri profesi yang bersumber dari nilainya, internal dan eksternal. Suatu disiplin ilmu dan merupakan pengetahuan komprehensif. Suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi (Heni Puji Wahyuningsih, Hal.4).
Hukum berhubungan erat dengan moral. Hukum membutuhkan moral. Hukum tidak mempunyai arti, kalau tidak dijiwai oleh moralitas. Sebaliknya moral juga berhubungan erat dengan hukum. Moral hanya sebatas hal yang abstrak saja tanpa adanya hukum.
Menurut Bartens, ada beberapa perbedaan antara hukum dan moral yaitu:
Hukum
Moral
o  Hukum ditulis sistematis, disusun dalam kitab UU, mempunyai kepastian lebih besar dan bersifat objektif.
o  Hukum membatasi pada tingkah laku lahiriah saja dan hukum meminta legalitas.
o  Hukum bersifat memaksa dan mempunyai sanksi.

o  Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan negara. Masyarakat atau negara dapat mengubah hukum. Hukum tidak menilai moral.
o  Moral bersifat subjektif, tidak tertulis dan mempunyai ketidakpastian lebih besar.

o  Moral menyangkut sikap batin seseorang.

o  Moral tidak bersifat memaksa, sanksi moral adalah hati nurani tidak tenang, sanksi dari Tuhan.
o  Moral didasarkan pada norma-norma moral yang melebihi masyarakat dan negara tidak dapat mengubah moral. Moral menilai hukum.

Beberapa pendapat pakar tentang etika:
a             Langeveld berpendapat bahwa etika harus juga berurusan dengan arti yang sebenarnya dari “baik”, “patut”, “buruk”, “bahagia”, dan seterusnya. Langeveld membedakan etika yang deskriptif atau membahas apa etika yang normatif. Dalam bagian deskriptif itu, etika membahas apa yang dipandangnya, dan dalam bagian normatif maka barang apa yang didapati dipandang secara kritis, ditimbang, dihargai dan disusun aturannya.
a             Sebagai perbandingan, dapat dikemukakan di sini definisi etika. Prof. Dr. W. Banning dalam bukunya “Sociale Ethiek” (1949) ditulis: “Etika ialah teori tentang kelakuan atau perbuatan manusia, yaitu ditimbang menurut baik dan buruknya”.
a             De Graaf (1972) memberi perumusan sebagai berikut:
Etika ® kesadaran yang sistematis terhadap masalah dan norma yang sudah ada atau yang dirasakan baru.
a             Heleen Dupuis (1988) beranggapan bahwa etik itu ilmu tentang moral. Heleen berpendapat bahwa moral, suatu kesatuan nilai yang dipakai manusia sebagai dasar perilaku.
a             Dalam buku “Kode Etik Kedokteran Indonesia”, editor Ratna Suprapti Samil dibaca bahwa istilah etik sendiri terbentuk dari dua perkataan latin yaitu “Kesopanan suatu masyarakat dan akhlak manusia”. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar