ETIKA PROFESI
Setiap ilmu selalu diawali dengan filsafat. Filsafat
itu terdiri atas dua kata phyllein
yang berarti cinta, dan sophien yang
berarti kebenaran. Jadi filsafat bisa diartikan sebagai bagaimana kita berilmu
untuk menemukan kebenaran. Juga memiliki keterkaitan dengan bagaimana kita bersikap
kritis.
Di dalam filsafat, terdapat etika. Di mana etika ini
selalu berkaitan dengan moral dan akhlak. Selalu membahas tentang norma/adat.
Dan moral ini sendiri selalu dihubungkan dengan yang baik dan buruk, terkait
dengan aturan-aturan agama.
Ada beberapa akhlak yang harus dimiliki seorang
dokter, yakni:
·
Iman, takwa, amanat dan akhlak
·
Niat yang baik
·
Menghindari hal-hal yang meragukan
·
Tidak mencampuri hal-hal yang bukan urusannya
·
Senang membantu orang lain
·
Tidak membuat kerusakan
·
Memberi nasehat yang menyejukkan
·
Menghindari hal yang dilarang
·
Konsisten dalam melakukan sesuatu
·
Tidak rakus
·
Menghindari argumen yang tidak berguna
·
Menghormati kehidupan
·
Mendasari tindakan dan keputusan atas dasar/bukti yang kuat
·
Mengikuti setiap keputusan secara sadar
·
Berbuat yang benar
·
Bekerja yang baik (berkualitas)
Etika berasal dari bahasa Inggris
ethics yang berarti budi pekerti,
adat.
Filsafat itu sendiri diartikan
sebagai telaah dan penilaian kelakuan manusia ditinjau dari kesusilaannya.
Kesusilaannya yang baik merupakan ukuran kesusilaan yang disusun bagi diri
seseorang atau merupakan kumpulan keharusan, kumpulan kewajiban yang dibutuhkan
oleh masyarakat (Gunawan, 1992).
Etika menurut Socrates merupakan
asas dan prinsip yang sifatnya universal. Etika sifatnya universal atau
menyeluruh. Nilai itu abstrak (tidak kelihatan) dan nilai-nilai itu harus
berlaku.
Etika sebagai ilmu meliputi asas dan prinsip yang
mengandung validitas yang sifatnya universal (Socrates). Dengan demikian,
persoalan dalam etika muncul karena adanya pertentangan nilai dalam diri,
antardiri, maupun antarkelompok dalam masyarakat.
Nilai merupakan gambaran abstrak
dalam pemikiran yang menjadi acuan perilaku yang baik. Karena itu, sesuatu
dalam implementasinya melalui tindakan mesti mendapat dukungan dari masyarakat
di mana nilai itu berlaku.
Etika secara umum dibagi menjadi 2 (deskriptif dan
normatif):
1. Etika Deskriptif
Membahas mengenai fakta apa adanya mengenai nilai dan
pola perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas
konkrit yang membudaya.
Berbicara tentang sikap orang dalam menghadapi hidup
ini, dan tentang kondisi yang memungkinkan bertindak secara etis.
2. Etika Normatif
Berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku
yang seharusnya dimiliki oleh manusia, atau apa yang seharusnya dijalankan oleh
manusia, dan tindakan apa yang diambil untuk mencapai apa yang bernilai dalam
hidup ini.
Berbicara mengenai norma-norma yang menuntun tingkah
laku manusia, serta memberi penilaian dan himbauan kepada manusia untuk
bertindak sebagaimana seharusnya berdasarkan norma-norma. Menghimbau manusia
untuk bertindak yang baik dan menghindari yang jelek.
Etika normatif terbagi:
1.
Etika Umum
·
Berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara
etis.
·
Teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar menjadi pegangan, bagi
manusia dalam bertindak.
·
Baik atau buruk tindakan tercermin kebebasan dan tanggung jawab, hati nurani,
hak kewajiban, serta beberapa keutamaan seperti kejujuran, berbuat baik,
keadilan, dan hormat pada diri sendiri.
·
Dianalogikan dengan ilmu pengetahuan yang membahas pengertian umum dan
teori-teori.
·
Biasa disebut etika teoritis.
2.
Etika Khusus
o Penerapan prinsip-prinsip
moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus.
o Pengambilan keputusan dan
tindakan, didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar.
o Bagaimana menilai pribadinya
sendiri dan orang lain.
o Disebut juga etika terapan.
Etika
khusus dibagi dua:
a.
Etika individual
Menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap
dirinya sendiri. Berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia
sebagai anggota masyarakat .
b.
Etika sosial
Menyangkut hubungan manusia dengan manusia baik secara
perseorangan dan langsung maupun secara bersama-sama dan dalam bentuk
kelembagaan (keluarga, masyarakat, dan negara). Sikap kritis terhadap pandangan
dunia dan ideology. Sikap dan perilaku dalam bidang kegiatan masing-masing.
Meliputi etika keluarga, etika gender, etika profesi, etika politik, etika
lingkungan, dll.
Secara garis besar, sistematika etika dapat dijabarkan
sebagai berikut:
Beberapa tokoh juga
mengeluarkan pendapat mengenai etika, yaitu:
a
Banning berpendapat bahwa etika terbagi menjadi etika individual dan
etika sosial.
a
Langeveld berpendapat bahwa etika terbagi menjadi etika deskriptif dan
etika normatif.
a
De Graaf (1972) memiliki pandangan tentang etika sebagai kesadaran yang
sistematis terhadap perilaku yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam sumpah Hipocrates, terdapat beberapa
prinsip-prinsip etika, yaitu:
a.
Tidak merugikan (Non-Maleficence)
Ditujukan kepada kerugian
fisik maupun kepentingan lain. Apabila tidak bisa berbuat baik maka jangan
berbuat yang merugikan.
b.
Membawa kebaikan (Beneficence)
Berbuat baik (doing good) dan prinsip bertujuan untuk
tidak mencederai pasien (primun non
nocere atau do no ham)
c.
Menjaga kerahasiaan (Confidentiality)
Penyampaian informasi dalam
pelayanan kesehatan, mau menyimpan rahasia pasien yang berkaitan dengan sakit
dan penyakitnya.
d.
Otonomi pasien (Autonomy of
Patient)
Setiap pribadi manusia
mempunyai “otonomi moral”. Otonomi artinya mempunyai hak dan kewajiban untuk menentukan diri sendiri
tindakan-tindakannya dan mempertanggungjawabkannya.
e.
Berkata benar (Truth Telling)
Tenaga kesehatan maupun
pasien harus menyampaikan informasi yang benar.
f.
Berlaku adil (Justice)
Tidak didasarkan pada
pertibangan suku, agama, ras dan antargolongan.
g.
Menghormati privasi (Privacy)
Tidak menyinggung masalah
pribadi pasien, begitupun sebaliknya.
PROFESI
Hakekat profesi dalam arti ini adalah panggilan hidup
untuk mengabdikan diri pada kemanusiaan. Setiap panggilan hidup adalah mulia
jika diwujudkan dengan bermanfaat, yakni dengan penuh kesungguhan, seksama dan
tanggung jawab. Berdasarkan pandangan ini dapat dikatakan bahwa:
“Profesi adalah
pekerjaan tetap dalam semangat pengabdian terhadap kepentingan umum (sesama
manusia) yang dihayati sebagai suatu panggilan hidup dengan menerapkan keahlian
yang diperoleh dengan jalan pendidikan dan latihan sistematis”
Ciri-ciri profesi secara umum:
1.
Pelayanan (service) pada orang
secara langsung (yang umumnya bersifat konfidental).
2.
Pendidikan tertentu melalui ujian tertentu sebelum melakukan pelayanan.
3.
Anggota yang relatif homogen.
4.
Standar pelayanan tertentu.
5.
Etika profesi ditegakkan oleh suatu organisasi profesi.
Etika
profesi merupakan
sekelompok prinsip etika yang sebagai pedoman dalam berperilaku. Dengan
demikian, sebagai suatu profesi maka adanya etika profesi mutlak
dipersyaratkan.
Menurut Talcott Persons (1990), pengertian profesi:
Batas lingkup profesi sebagai intuisi sosial tidaklah jelas dan tidak selalu
tegar. Sehingga Talcott Persons merumuskan ciri-ciri khusus profesi ialah:
1.
Disinterestedness, atau tidak mengacu pada
pamrih.
2.
Rasionalitas, karena profesi merupakan suatu sistem ekupasi yang
perwujudannya dilakukan dengan menerapkan ilmu tertentu.
3.
Spesifitas fungsional.
4.
Universalisme dalam pengertian objektifitas sebagai lawan dari
subjektifitas, maksudnya bahwa landasan pertimbangan professional dalam
pengambilan keputusan didasarkan pada “apa yang menjadi masalahnya” dan tidak
pada “siapanya” atau “keuntungan pribadi apa yang diperolehnya”.
Berdasarkan Kieser dalam “ETIKA PROFESI” (Sidharta,
1990) mengatakan bahwa etika profesi
sebagai sikap hidup atau kesanggupan untuk memenuhi kebutuhan pelayann
professional dari pasien atau klien dengan keterlibatan dan keahliannya sebagai
pelayanan dalam rangka kewajiban masyarakat sebagai keseluruhan terhadap para
anggota masyarakat yang membutuhkan dengan disertai dengan refleksi yang
seksama.
Kaidah-kaidah pokok etika profesi:
1.
Profesi harus dipandang dan dihayati sebagai suatu pelayanan, maka sifat
tanpa pamrih menjadi ciri khas dalam mengembangkan profesi.
2.
Pelayanan profesional dalam mendahulukan kepentingan pasien atau klien
mengacu pada kepentingan atau nilai-nilai sebagai norma kritik yang memotivasi
sikap dan tindakan.
3.
Pengembangan profesi harus selalu mengacu pada masyarakat sebagai
keseluruhan.
4.
Agar persaingan dalam pelayanan berlangsung secara sehat sehingga dapat
menjamin mutu dan peningkatan mutu pengembangan profesi harus bersemangat
solidaritas antara sesama rekan profesi.
Kode etik berarti himpunan nrma yang disepakati dan ditetapkan oleh dan untuk
pengembangan profesi. Kode etik adalah kumpulan asas dan nilai yang berkenaan
dengan moral sehingga ia bersifat normatif tidak empiris seperti halnya pada “behavioral scence” penilaian sesuatu
dari segi etika selalu membutuhkan norma dan nilai tentang apa yang dianggap.
Kode etik mengandung 3
nilai, yaitu:
1.
Suatu kode etik profesi memudahkan dalam pengambilan keputusan secara
efisien.
2.
Secara individual, pada pengambangan profesi itu seringkali membutuhkan
arahan menjalankan tugas profesionalnya.
3.
Kode etik profesi meniupkan suatu pola perilaku yang diharapkan oleh
klien/pasiennya secara profesional.
Tujuan kode etik:
1.
Untuk menjunjung tinggi martbat dan citra profesi.
2.
Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3.
Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4.
Untuk meningkatkan mutu profesi.
Ciri-ciri keputusan etik yang membedakan dengan
keputusan non-etik:
1.
Semua pertimbangan etik menyangkut pertimbangan tentang apa yang benar
dan apa yang salah.
2.
Pengambilan keputusan etik seing berkaitan dengan pilihan yang sukar.
3.
Keputusan etis tidak mungkin dielakkan.
4.
Keputusan etis tidak hanya dipengaruhi oleh berbagai norma yang
dipertimbangkan dan pemahaman akan situasi, tetapi juga oleh keyakinan,
kepribadian, dan lingkungan sosial.
Dalam falsafah etika, nilai-nilai moral terdapat 2
aliran utama:
·
Aliran deontologis (non-Consequentialist)
·
Aliran teologis (Consequentialist)
Aliran
deontologis,
tidak melihat pada hasil akhirnya, yang dinilai adalah perbuatan itu sendiri,
dan bukan tujuan atau hasilnya. Tindakannya didasarkan pada kewajiban
berdasrakan moral.
Aliran deontologis tidak harus selalu bersandar kepada
perintah yang dogmatis, tapi ada juga alas an rasional yang dapat menjelaskan
mengapa seseorang wajib berbuat baik.
Kant (1734-1804) berpendapat bahwa suatu tindakan
bermoral hanya dilakukan atas dasar keinginan baik. Seseorang mempunyai
keinginan baik jika didasarkan pada nilai universal sebagai motif tindakan.
Secara teoritis, aliran deontologis akan mencari baik
buruknya suatu perbuatan pada perbuatan itu sendiri.
Aliran
telelogis berula
dari UK yang oleh Jeremi Bentham (1748-1832) dimaksudkan sebagai dasar etis
pembaharuan hukum Inggris, terutama hukum pidana. Aliran
teologis/konsekuensialis, baik-buruknya seseorang atau benar-salahnya suatu
perbuatan, dinilai dari tujuan yang hendak dicapai.
Motif suatu perbuatan tidak penting, tetapi hasil
peruatan yang perlu diperhitungkan. Motif manusia tidak bisa dilihat atau
diukur, akan tetapi konsekuensi tindakan bisa diperhitungkan (Wiradharma,1999).
Setiap manusia wajib berbuat sesuatu untuk tujuan yang
baik. Dari aspek ini euthanasia dapat
dibenarkan oleh aliran telelogis, sedang bagi aliran deontologis apapun
alasannya euthanasia dapat
dikategorikan pembunuhan.
John Stuart Mill dalam bukunya Utilitarianism,
mengatakan bahwa suatu tindakan tersebut cenderung untuk kepentingan orang
banyak, salah jika cenderung tidak menghasilkan kebaikan untuk orang banyak.
Ada 4 prinsip utama aliran utilitarian:
a.
Memaksimalkan kebaikan yaitu selalu tindakannya bermanfaat untuk orang
banyak.
b.
Ukuran kebaikan yaitu konsekuensi kebaikan atau keburukan adalah
diutamakan pada pengutamaan kepentingan orang banyak atau kemanfaatan.
c.
Konsekuensi semua tindakan didasarkan pada konsekuensi kebaikan atau
kemanfaatan.
d.
Universalitas semua tindakan didasarkan pada pertimbangan semua pihak
menerima persamaan dan universal.
Aliran konsekuensialis terbagi dua, yakni:
a.
Egoisme
b.
Utilitarianisme.
Egoisme etis menekankan bahwa setiap tindakan yang mengenakkan dan mendatangkan
kebahagiaan bagi diri sendiri selalu dinilai sebagai tindakan yang baik dan
pantas dilakukan. Sebaliknya tindakan yang tidak mengenakkan dan tidak
mendatangkan kebahagiaan bagi diri pribadi harus dihindari.
Utilitarianisme
menilai
baik atau tidaknya, susila atau tidak susilanya sesuatu, ditinjau dari segi
kegunaan atau faedah yang ditimbulkannya. Utilitarianisme ini terbagi dua,
yaitu
a.
Utilisme Individual
b.
Utilisme Sosial.
Utilisme individual menganggap bahwa seseorang itu boleh bersikap sesuai dengan situasi
yang menguntungkan dirinya. Jika menguntungkan dirinya, maka mungkin seseorang
pura-pura berlaku hormat bahkan kalau perlu dengan sanjungan dan pujian yang
berlebihan asal membawa keuntungan bagi dirinya.
Utilisme sosial pada prinsipnya tidak berbeda dengan utilisme individual, hanya saja
utilisme sosial lebih menekankan pada aspek kepentingan umum.
Ada beberapa aliran lain,
yaitu:
·
Universalisme: suatu ajaran etika menyatakan bahwa sesuatu itu dapat
dinilai baik jika dapat mendatangkan kebaikan pada orang banyak.
·
Altruisme: utilisme sosial dan universalisme mirip dengan prinsip
altruisme yang mengutamakan kepentingan orang lain sebagai lawan dari
kepentingan diri sendiri.
·
Intuisionisme: berpandangan bahwa penilaian atas baik buruk, susila dan
tidak susila itu dapat bersumber dari bisikan kalbu.
PENGENALAN ETIKA UMUM
Hati Nurani
Hati nurani akan memberikan penghayatan tentang baik
atau buruk berhubungan dengan tingkah laku nyata kita. Hati nurani
memerintahkan atau melarang kita untuk melakukan sesuatu sekarang dan di sini.
Ketika kita tidak mengikuti hati nurani, berarti kita menghancurkan integritas
kepribadian kita dan mengkhianati martabat terdalam kita. Hati nurani berkaitan
erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai kesadaran (Wahyuningsih, Hal.5).
Ketika kita tidak mengikuti hati nurani, akan
menghancurkan integritas kepribadian pikiran kita.
Etiket
Etiket berasal dari bahasa Inggris, etiquette. Etika berarti moral,
sedangkan etiket berarti sopan santun. Persamaan etika dan etiket adalah:
1.
Sama-sama menyangkut perilaku manusia.
2.
Memberi norma bagi perilaku manusia, yaitu menyatakan tentang apa yang
harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
Untuk meningkatkan pemahaman kita tentang etika dan
etiket, maka berikut ini digambarkan mengenai perbedaan antara etiket dengan
etika (Asmar Yetti Zein, Hal.3).
Etiket
|
Etika
|
1. Menyangkut
cara suatu perbuatan yang harus dilakukan.
2. Hanya
berlaku dalam pergaulan, bila tidak ada orang lain, tidak berlaku.
3. Bersifat
relatif, tidak sopan dalam satu kebudayaan, sopan dalam kebudayaan lain.
4. Memandang
manusia dari segi lahiriah
|
1. Tidak
terbatas pada cara dilakukan suatu perbuatan, memberi nilai tentang perbuatan
itu sendiri.
2. Selalu
berlaku, tidak tergantung hadir atau tidaknya seseorang.
3. Bersifat
absolut, contoh “Jangan mencuri!”, “Jangan berbohong!”
4. Memandang
manusia dari segi bathiniah.
|
Kode etik merupakan norma-norma yang
harus diindahkan oleh setiap profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan
di dalam hidupnya di masyarakat.
Kode etik juga diartikan sebagai suatu ciri profesi
yang bersumber dari nilainya, internal dan eksternal. Suatu disiplin ilmu dan
merupakan pengetahuan komprehensif. Suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi
anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi (Heni Puji Wahyuningsih, Hal.4).
Hukum berhubungan erat dengan
moral. Hukum membutuhkan moral. Hukum tidak mempunyai arti, kalau tidak dijiwai
oleh moralitas. Sebaliknya moral juga berhubungan erat dengan hukum. Moral
hanya sebatas hal yang abstrak saja tanpa adanya hukum.
Menurut Bartens, ada beberapa perbedaan antara hukum
dan moral yaitu:
Hukum
|
Moral
|
o Hukum
ditulis sistematis, disusun dalam kitab UU, mempunyai kepastian lebih besar
dan bersifat objektif.
o Hukum
membatasi pada tingkah laku lahiriah saja dan hukum meminta legalitas.
o Hukum
bersifat memaksa dan mempunyai sanksi.
o Hukum
didasarkan atas kehendak masyarakat dan negara. Masyarakat atau negara dapat
mengubah hukum. Hukum tidak menilai moral.
|
o Moral
bersifat subjektif, tidak tertulis dan mempunyai ketidakpastian lebih besar.
o Moral
menyangkut sikap batin seseorang.
o Moral
tidak bersifat memaksa, sanksi moral adalah hati nurani tidak tenang, sanksi
dari Tuhan.
o Moral
didasarkan pada norma-norma moral yang melebihi masyarakat dan negara tidak
dapat mengubah moral. Moral menilai hukum.
|
Beberapa pendapat pakar tentang etika:
a
Langeveld
berpendapat bahwa etika harus juga berurusan dengan arti yang sebenarnya dari
“baik”, “patut”, “buruk”, “bahagia”, dan seterusnya. Langeveld membedakan etika
yang deskriptif atau membahas apa etika yang normatif. Dalam bagian deskriptif
itu, etika membahas apa yang dipandangnya, dan dalam bagian normatif maka
barang apa yang didapati dipandang secara kritis, ditimbang, dihargai dan
disusun aturannya.
a
Sebagai
perbandingan, dapat dikemukakan di sini definisi etika. Prof. Dr. W. Banning
dalam bukunya “Sociale Ethiek” (1949)
ditulis: “Etika ialah teori tentang kelakuan atau perbuatan manusia, yaitu
ditimbang menurut baik dan buruknya”.
a
De
Graaf (1972) memberi perumusan sebagai berikut:
Etika ® kesadaran yang sistematis
terhadap masalah dan norma yang sudah ada atau yang dirasakan baru.
a
Heleen
Dupuis (1988) beranggapan bahwa etik itu ilmu tentang moral. Heleen berpendapat
bahwa moral, suatu kesatuan nilai yang dipakai manusia sebagai dasar perilaku.
a
Dalam
buku “Kode Etik Kedokteran Indonesia”, editor Ratna Suprapti Samil dibaca bahwa
istilah etik sendiri terbentuk dari dua perkataan latin yaitu “Kesopanan suatu
masyarakat dan akhlak manusia”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar