Rabu, 08 Mei 2013

Mimpi dan Kehidupan

Tadi pagi saya bermimpi aneh. Bukan tadi pagi juga sih. Cuma kejadiannya saya bangun dan sadar bahwa itu mimpi, tadi pagi.
Di mimpi itu saya seperti kembali ke masa-masa SMA. Dimana saya harus menghapalkan berbagai macam materi tentang Biologi.  Yah, semasa SMA saya memang sering ikut lomba2 yg ada kaitannya tentang Biologi, sehingga siang malam saya akan membaca kembali semua materi sampai kepala rasanya mau meledak. Tapi di mimpiku tadi pagi ada yang aneh. Ada Bapak di sana.
Saya sering mendengar cerita dari kakak-kakak, bahwa semasa kecil mereka sering disuruh menghapalkan tabel perkalian di depan Bapak. Bahkan sampai mereka menangis. Saya sering berharap saya juga mempunyai memori seperti itu. Tapi yg mengajari saya belajar bukanlah Bapak saya, melainkan kakak-kakak saya.
Lalu apa hubungannya dengan mimpi saya tadi pagi? Di mimpi saya itu, saya harus menghapalkan ulang materi biologi yang sudah saya pelajari di depan Bapak. Sebuah memori yang sangat ingin saya alami sendiri, saya alami di mimpi ini.
Saya masih ingat materi yang saya pelajari itu tentang lumut. Bahkan saya ingat dengan jelas, bahwa di mimpi itu saya menggunakan buku biologi tua punya kakak yang bergambar lumut hitam-putih. Kemudian saya ingat, saya mulai merapalkan materi yang sudah saya pelajari di depan Bapak. Tiba-tiba saya mulai lupa materi yang pelajari, mulut saya menggumamkan hal yang tidak jelas, kemudian Bapak menegur saya. Saya kurang ingat apa yang Bapak katakan. Tapi yang saya tahu, Bapak mengeluh bahwa saya akan jadi apa nantinya, lalu saya jawab tidak tahu. Kemudian Bapak bertanya lagi, apa sebenarnya yang saya inginkan. Dan saya menjawab “Aku cuma ingin hidup tenang”.
Kemudian saya terbangun. Bukan terbangun sebenarnya, tapi dibangunkan Mama karena disuruh bikin kue. Saya sudah akan meneteskan air mata ketika Mama berteriak lagi karena saya tidak kunjung bergerak. Maaf, Mama. Bukan keinginanku untuk mengidap anemia, yg tidak bisa langsung bergerak normal saat baru bangun. Saat bikin kue (panada dan donat) saya sempat melamun lagi soal mimpi itu. (FYI nih, saya bikinnya sendiri. Si kakak cewek masih tidur, dan Mama sibuk berdandan mau keluar).
Saya sadar, bahwa kehidupanku memang sangat jauh dari “tenang”. Dan yang paling berperan dalam ke-tidaktenang-an ini tidak lain adalah Mama. Ya. Ada saja yang dilakukan yang membuat saya ingin berteriak, kabur dari rumah, bahkan sempat berpikir untuk bunuh diri (Astagfirullah). Tapi saya tidak berani. Banyak hal yang saya takutkan.
Kalau saya berteriak, saya takut Mama malah akan menambah panjang omelan-omelan menyakitkan. Ya, Mama kalau marah memang selalu menyakitkan hati. Kata-kata itu bahkan tidak pernah terpikirkan oleh kamu. Tidak, bahkan jika kamu sudah mengenal Mama saya.
Kalau saya kabur dari rumah, saya mau pergi kemana? Ke rumah teman? Saya takut merepotkan teman-teman. Dan saya juga tidak mau teman-teman bertanya terlalu banyak. Saya tidak suka kehidupan pribadi keluarga saya dicampuri terlalu banyak. Toh, mereka bukan keluargaku.
Kalau saya mencoba bunuh diri, saya takut rasanya menyakitkan. Dan yang paling utama adalah saya takut neraka. Saya takut kepada Allah swt. Itu saja.
Lalu, apa yang saya lakukan? Semua yang dilakukan perempuan ketika tidak sanggup lagi menahan beban masalahnya. Menangis. Saya tidak tahu berapa kali saya sembunyi di sudut ruang tamu (tertutupi oleh sofa2 itu), atau di kamar mandi, atau sambil pura-pura tidur.
Saya ingat saya pernah menangis meraung-raung seperti orang yang sangat kesakitan. Saya mengunci kamar. Dan melempar barang-barang. Tentu saja tidak ada yang tahu. Waktu itu cuma ada Tante dirumah. Entahlah kalau dia mendengar saya. Sepertinya sih dia tidak tahu, karena dia tidak berkomentar apa-apa saat saya keluar. Kalaupun dia tahu, berarti dia bersedia untuk diam saja tanpa ikut campur. Dan saya berterima kasih padanya jika memang seperti itu.
Kata-kataku dalam mimpi itu “Aku cuma ingin hidup tenang”. Yah, aku benar-benar ingin hidup tenang. Menjauh dari keluargaku yang aneh. Yang semakin hari terlihat semakin tertekan, entah karena apa. Entah sejak kapan jadi seperti ini. Apa setelah Bapak meninggal? Jika itu benar, maka keberadaan Bapak dalam mimpiku juga bukan suatu kebetulan bukan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar